Oleh Burhan Sodiq
Hari hari ini orang suka bilang soal ambyar. Sebuah kata di dalam bahasa jawa yang berarti remuk, hancur dan penuh dengan ketidakberuntungan. Dalam kata lain bisa juga kali ya kita sebut sebagai “orang yang celaka”. Bahkan anak anak muda mengidentifikasi ambyar karena putus cinta. Dilupakan sama mantan. Tidak lagi dipedulikan dan penuh dengan hal hal buruk soal hubungan cinta.
Orang orang sampai mengatakan bahwa generasi sekarang mudah rapuh. Dikit dikit ambyar dikit dikit ambyar. Tidak bisa melihat kepada sesuatu yang lebih baik lagi. Tetapi mudah sekali mengklaim jiwa yang rapuh dan jatuh. Persoalan sedikit saja dianggap sebagai persoalan yang sangat besar.
Lalu ambyar dalam Islam itu seperti apa. Kalau ambyar kita sepakati sebagai sebentuk celaka, maka di dalam islam orang celaka bisa karena beberapa hal. Ini penting diketahui agar anak anak muda tahu soal ini. Sehingga mereka tidak latah dikit dikit ambyar. Tapi mereka tahu apa yang ambyar sesungguhnya.
Dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad karangan Imam Nawawi Al-Bantani disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tanda orang celaka ada empat yaitu :
Pertama, melupakan dosa-dosa masa lalu padahal semuanya tercatat dengan rapi di sisi Allah. Terlalu meremehkan dosa yang sudah dikerjakan dan tidak menganggapnya sebagai sebuah keburukan. Pada akhirnya dosanya menumpuk numpuk tanpa segera bertaubat. Dianggapnya dosa itu kecil dan tidak berbahaya buat kehidupan mereka. Kalau remaja punya anggapan seperti ini, maka ini adalah ambyar yang sesungguhnya. Terus menerus melakukan dosa dan tidak ingat Allah. Tidak mau bertaubat dan terus menerus melakukan kemaksiatan.
Kedua, mengenang kebaikan di masa lalu padahal belum diketahui diterima Allah atau tidak. Selalu bangga dengan amal amal yang sudah dilakukan. Tapi tidak merasa bahwa amal itu apakah diterima Allah ataukah tidak. Merasa bahwa amalannya pasti diterima Allah sehingga dia sombong dengan amal amalnya. Merasa paling tinggi di kalangan manusia. Suka mengungkit ungkit pemberian kepada orang lain.
Ketiga, Dalam urusan dunia selalu memandang ke yang lebih atas. Poin ketiga ini mengingatkan kita akan pentingnya untuk tawadu. Sebab orang yang suka melihat orang yang lebih kaya, kemudian dia dengki dengan kekayaan orang itu, maka hal ini merugikan diri sendiri. Inilah ambyar yang sesungguhnya. Tidak bisa menerima rejeki yang sudah dimiliki. Lebih suka memikirkan milik orang lain dan tidak punya rasa syukur terhadap apa apa yang sudah diberikan oleh Allah.
Sudah punya motor bagus masih saja melihat motor orang lain yang lebih bagus lagi. Kalau begini terus, maka jiwa akan lemah dan lelah. Tidak pernah ada habisnya. Selalu butuh yang lebih bagus lagi. Tidak lagi pada soal kebutuhan tapi lebih kepada soal keinginan yang tiada habisnya.
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). QS. Ibrahim : 34.
Keempat, dalam urusan agama selalu memandang ke yang lebih rendah. Poin keempat ini juga jadi masalah buat para remaja. Lebih suka mencukupkan diri kalau dalam urusan agama. Tidak ingin mendapatkan pengetahuan dan amal shalih yang lebih daripada biasanya. Tidak ada semangat belajar agama. Karena menganggap semakin belajar agama maka semakin tinggi tuntutan untuk mengamalkannya.
Kebiasaan untuk selalu menyia nyiakan ilmu. Ada ilmu tapi enggan untuk memelajarinya. Mengelak pada soal soal yang penuh dengan ilmu dan kebermanfaatan. Ada ustad dan ada kajian tapi tidak mau mengikutinya. Karena merasa tidak penting dan tidak menarik lagi.
Sedangkan Imam Qusyairi di dalam kitab Risalah al-Qusyairiyah menjelaskan bahwa ada sebuah kisah seorang ulama yang bernama Abu Usman al-Khairi mengirim surat kepada Muhammad bin al-Fadl yang isinya menanyakan perihal tentang tanda-tanda orang yang celaka. Kemudian Muhammad bin al-Fadl menjawabnya: “Ada tiga hal yang menjadi pertanda seseorang akan merasakan kerugian di dunia dan akan celaka di akhirat.
Pertama, seseorang yang diberikan kemudahan dalam memahami, menguasai berbagai macam ilmu, namun ia tak ada kemauan untuk mengamalkan ilmunya, walau hanya sedikit. Hal tersebut sesuai dengan sebuah paribahasa yang menyatakan bahwa ilmu yang tak diamalkan ibarat sebuah pohon yang tak ada buahnya.
Bisa jadi di antara kalian diberi kemudahan Allah untuk memahami ilmu. Hanya saja kalian malas untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki. Tekadnya kurang besar. Tidak tertarik untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ilmu yang dimiliki untuk modal gagah gagahan dan tidak digunakan untuk meningkatkan derajat di sisi Allah.
Kedua, orang yang diberikan kemudahan dalam mengamalkan ilmunya, namun tak ikhlas dalam mengamalkannya. Karena keikhlasan sebagai kunci diterimanya sebuah amalan, bahkan bila seseorang telah ikhlas dalam beramal maka syaitan merasa berat untuk menggodanya.
Sedangkan poin kedua ini adalah orang orang yang sangat mudah mengamalkan ilmunya, tetapi tidak ikhlas. Tidak ada ketulusan dalam beramal. Masih ada tujuan tujuan lain selain Allah. Masih ada niat niat lain selain kepada Allah. Ini tentu saja membuat amal tersebut tidak diterima oleh Allah.
Ketiga, orang yang diberikan teman atau sahabat yang baik, tapi ia tak menghormati, menghargai mereka. Padahal orang yang mau menghormati orang lain niscaya ia akan menjadi orang yang terhormat, begitu juga orang yang terbiasa melayani orang-orang saleh (orang yang menjalankan hak Allah dan menunaikan kewajiaban dengan sesama manusia) niscaya hidupnya akan penuh keberkahan dengan sendirinya seperti yang pernah dilakukan oleh sahabat Ibnu Abbas yang selalu melayani Nabi, kemudian beliau didoakan secara khusus oleh Nabi agar menjadi orang yang paham dalam urusan agama dan tafsir Alquran.
Jadi remaja sekalian, inilah ambyar yang sesungguhnya. Tugas kita adalah menghindari hal hal yang sudah kita sebutkan tadi. Jadilah pribadi remaja yang selalu mawas diri dengan ilmu dan amal shalih. Dekat dengan ulama dan terus menerus memompa diri dengan semangat yang tinggi.
Jangan terlalu hanyut dengan arus pergaulan yang ada. Karena jika tidak punya prinsip dan tidak punya ilmu, maka mudah bagi remaja untuk hanyut dengan arus yang ada. Ibaratnya seperti ikan yang sudah tidak lagi bisa berenang. Ikan mati yang hanya hanyut oleh aliran air yang deras.
Hindarilah menjadi pribadi yang celaka dunia dan akhirat. Penuhilah hidup dengan amal amal yang penuh manfaat. Berbakti kepada kedua orang tua, membantu meringankan beban beban mereka. Hidup dengan kebaikan dan semangat berbuat baik kepada sesame manusia. Tidak menjadikan diri sebagai sumber masalah tetapi menjadikan diri sebagai solusi dari masalah masalah.
Karena mereka yang terus menerus beramal shalih dan berimana kepada Allah akan selalu mendapatkan pertolongan Allah dalam hidupnya. Dimudahkan urusan urusannya dan dicarikan jalan keluar dari arah yang tidak disangka sangka.